Wednesday, 30 January 2013

Our Home (aicchan)

Multichapters. Fiksi Challenge. Link asli dan bab-bab sambungannya ada di sini

-----------

Ini adalah masa dimana antariksa telah menjadi halaman bermain bagi peradaban manusia. Planet demi planet dijelajahi, disinggahi, ditempati, kemudian ditinggalkan begitu tak ada lagi yang bisa diambil. Kemajuan teknologi menambah kerakusan manusia untuk terus mencari tempat tinggal baru di jagad raya nan luas. Galaksi demi galaksi dilewati bagai menyebrangi benua semasa Bumi masih menjadi satu-satunya tempat tinggal bagi manusia. Sekian ribu tahun telah berlalu sejak perjalanan pertama manusia menjelajah galaksi, entah berapa banyak koloni manusia yang tersebar di samudra bintang yang seolah tiada berujung ini.
Namun di masa dengan teknologi tinggi seperti itu, entah disebabkan oleh apa, muncullah satu kelompok yang memiliki kemampuan diatas rata-rata manusia biasa. Mereka memiliki kemampuan Extrasensory Perception, atau kemampuan supernatural seperti telepati, teleportasi dan memiliki masa hidup yang sangat panjang.
Mereka disebut sebagai bangsa 'Mu'.
Manusia yang merasa terancam oleh para Mu, kemudian mengembangkan sebuah teknologi yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi potensi seseorang sebagai Mu. Jika terbukti, maka orang tersebut akan segera dibunuh, berikut seluruh keluarganya.
Sekelompok kecil Mu berhasil mencuri salah satu kapal antariksa dan mereka bersembunyi dari perburuan. Selain itu, selama perjalanan, mereka akan menolong anak-anak yang memiliki potensi sebagai Mu sebelum para manusia menyadarinya. Karena para Mu memiliki gelombang otak yang tak wajar, setiap Mu bisa saling megetahui posisi 'rekan' mereka meski terpisah jarak yang jauh.
Kini, kapal antariksa yang dulu hanya bisa ditempati sembilan sampai sepuluh orang, telah berkembang menjadi satu koloni bergerak yang memiliki jumlah penduduk lebih dari seratus orang. Kapal yang menjadi Sanctuary bagi para Mu itu dikenal dengan nama Hogwarts, yang juga merupakan target utama perburuan. Namun para Mu tak menyerah. Mereka memiliki satu tujuan utama karena lelah untuk terus menjadi target perburuan seolah mereka adalah binatang buas.
Mereka, akan kembali ke Terra… ke Bumi. Bintang pertama yang menjadi hunian manusia. Permata yang telah ribuan tahun terlupakan dibalik ketamakan manusia untuk menguasai antariksa. Mereka akan kembali pulang, ke rumah yang telah lama ditinggalkan…
oxoxoxo
xoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
Harry Potter © JK Rowling
Our Home © aicchan
Sci-fi / Family / Adventure / Supernatural
Entry Infantrum Challenge
'Snape Day' © Ambudaff
-Drarry - OOCness-
(Terinspirasi dari 'Terra e…' © Takamiya Keiko)
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
oxoxoxo
"Severus."
Seorang pria berambut hitam sebahu menghentikan langkahnya. Wajahnya tampak sedikt pucat, namun ekspresinya dingin, tak terbaca. Dia baru saja kembali dari salah satu koloni manusia yang dilewati oleh Hogwarts karena Draco merasa ada anak Mu di koloni itu. Severus diutus untuk menyelamatkan anak itu, namun semua tak berlangsung mulus.
Dia memandang pemuda berambut pirang platinum dan bermata kelabu. Pemuda itu bernama Draco. Dia adalah 'Soldier' bagi para Mu. Pimpinan yang akan membawa para Mu kembali ke Bumi. Draco dipilih sebagai pimpinan karena memang dia memiliki energi yang jauh lebih besar dari semua Mu yang ada di Hogwarts ini. Seperti para Mu yang lain, Draco selalu mengenakan jubah panjang, namun berwarna hijau. Hanya dia yang memakai warna itu diantara semua Mu yang memakai jubah berwarna hitam dan putih, menandakan kalau dia berada dalam posisi khusus.
"Bagaimana? Kau berhasil membawa mereka?" Tanya Draco.
Severus menyibak jubah hitamnya, dan ternyata dia menggendong seorang bayi berusia 18 bulan, "Maaf, hanya anak ini yang bisa aku selamatkan. Aku terlambat datang, kedua orang tuanya telah dibunuh."
Draco memandang bayi mungil berambut hitam berantakan itu. Tampak bekas luka di kening bayi itu, "Dia terluka…"
"Sudah kusembuhkan. Tapi ku rasa akan meninggalkan bekas luka."
"Bayi malang… harus kehilangan orang tuanya secepat ini." Draco menyentuh bekas luka berbentuk sambaran petir itu. Tak disangka, si bayi yang tadinya tertidur lelap, mendadak membuka matanya. Begitu Draco memandang sepasang bola mata berwarna hijau itu, segalanya seolah menghilang, meninggalkannya bersama bayi mungil yang tertawa senang.
"Draco?" Severus tak bisa mencegah saat Draco mengambil bayi mungil itu darinya.
"Siapa namanya?" tanya Draco dengan nada takjub dari suaranya.
"Harry… Harry Potter."
Draco tersenyum saat Harry menggenggam jari telunjuknya, "Harry… akhirnya aku menemukanmu."
Mendengar itu, Severus terkejut, meski tak ada perubahan di raut wajahnya, "Draco… Apa maksudmu?"
Mata kelabu Draco tampak melembut saat dia memandang Harry, "Severus… anak ini, adalah core untukku."
Severus tertegun. Dia tak menyangka anak yang baru saja dia selamatkan itu adalah core bagi sang soldier. Seperti arti harafiahnya, core adalah inti energi, jadi Harry adalah satu-satunya Mu yang bisa mengimbangi kekuatan energi Draco. Pasangan hidup Mu ditentukan oleh panjang gelombang energi mereka. Jika tak seirama, maka keduanya tak akan bisa berdampingan karena energi yang saling bertolak belakang. Namun jika seorang Mu telah bertemu dengan core yang memiliki gelombang energi yang selaras, maka mereka akan menjadi individu yang lebih stabil daripada Mu yang belum menemukan pasangan hidupnya. Karena itu bangsa Mu tak pernah mempermasalahkan tentang gender. Core adalah perwujudan hati, jika menolak kata hati, maka berarti mereka menolak keberadaan diri mereka sendiri.
Lalu Draco memandang Severus, "Aku minta bantuanmu untuk membimbingnya. Kau pun membimbingku saat aku masih kecil." Dia menyerahkan lagi Harry pada Severus, "Di bawah bimbinganmu, dia pasti akan menjadi Mu yang hebat."
Severus sama sekali tak keberatan dengan permintaan itu, bahkan sejujurnya, dia merasakan satu ikatan kuat dengan Harry seolah dia sudah lama menanti pertemuan ini, "Ya… dia pasti akan menjadi Mu yang hebat."
.
.
#
.
.
Delapan tahun berlalu, Hogwarts masih terus melakukan perjalanan mereka. Pesawat antariksa berbentuk oval dan berwarna putih menembus gelapnya jagad raya, melintasi bintang-bintang dan koloni manusia yang tak terawat lagi. Satu dua kali mereka bertemu dengan pesawat patroli manusia, namun sejauh ini semua bisa dihindari tanpa harus mengangkat senjata.
Harry telah tumbuh menjadi anak yang aktif, cerdas, dan segera saja menjadi sosok yang disayangi seisi Hogwarts. Pertumbuhan seorang Mu berlanjut normal hingga nanti berusia 17 tahun. Setelah memasuki tahapan sebagai orang dewasa, laju pertumbuhan Mu akan semakin melambat. Severus sendiri, meski sudah melewati masa hampir satu abad, penampilannya masih berkisar antara usia 35-40 tahun.
"Uncle Sev! Aku sudah selesai membaca buku ini."
Severus memandang Harry yang membawa sebuah buku tebal berisi riwayat hidup para Mu yang telah pergi mendahului mereka.
"Boleh aku pergi ke tempat Draco? Hari ini dia berjanji akan mengenalkanku pada sang peramal." Harry membenahi letak kacamatanya. Meski tak ada yang salah dengan penglihatan Harry, Severus merasa kacamata cocok dipakai oleh anak itu. Terlebih, saat dulu dia menyelamatkan Harry saat masih bayi, Severus sempat sekilas melihat sosok ayah Harry yang terbujur kaku tak bernyawa disamping istrinya. Dan wajah Harry bagai pinang dibelah dua dengan ayahnya, jadi Severus pikir, ada baiknya Harry memakai kacamata, sebagai pengingat akan sosok ayah kandungnya.
Severus memandang wajah Harry yang memasang wajah penuh harap, "Baiklah. Asal kau berjanji akan menjaga sikap."
"Pasti!" seru Harry seketika, "Sampai nanti, uncle Sev." Anak itu pun berlari meninggalkan perpustakaan.
Severus berdiri dan membereskan buku-buku di sana. Ya, meski teknologi terus berkembang dan segala hal tersedia melalui gadget, tapi bagi Mu, buku adalah salah satu harta berharga. Karenanya di Hogwarts tersedia satu ruangan khusus untuk menyimpan buku-buku untuk dipelajari oleh para kaum muda.
Setelah semua rapi kembali, Severus pun meninggalkan perpustakaan dan menuju ke bridge, tempat kendali utama Hogwarts. Di luar perpustakaan, Severus berjalan menyusuri koridor yang berdinding kaca di salah satu bagian, jadi siapapun yang ada disana bisa melihat indahnya kegelapan di angkasa yang seolah tak berujung ini.
Dia berjalan menuju pusat kendali yang terletak di bagian depan kapal antariksa ini. Severus melewati pintu yang terbuka otomatis dan tiba di sebuah ruangan berbentuk oval beratap kaca tebal.
"Oh, Severus. Dimana Harry?"
"Harry sedang bersama Draco, menemui peramal."
Severus menghampiri seorang wanita paruh baya, Minerva, salah satu Mu senior di Hogwarts ini. Mu tertua adalah Albus, yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mempelajari buku-buku kuno demi mencari letak pasti Terra. Albus jarang keluar dari kamarnya, namun ia adalah sosok yang sangat dihormati oleh seluruh isi Hogwarts ini.
"Ah…" Hanya komentar singkat yang dilontarkan Minerva.
Kemudian Severus duduk di salah satu kursi pengendali. Severus juga mengemban tugas sebagai salah satu ahli navigasi di kapal ini. Saat ini mereka tengah mencari satu tempat dimana mereka bisa singgah sementara. Meski kapal antariksa ini bisa beroperasi terus menerus sampai 50 tahun, tetap saja memerlukan perawatan secara berkala. Jadi setiap dua puluh tahun sekali, Hogwarts akan mencari planet atau koloni buatan yang tak berpenghuni untuk memeriksa kondisi pesawat yang menjadi rumah mereka ini.
Tak begitu lama, pintu bridge terbuka lagi. Yang masuk kali ini adalah Mu kembar yang terkenal sangat kompak, Fred dan George. Mereka juga adalah petugas bridge yang bertanggung jawab pada persenjataan dan pertahanan. Sambil mengobrol mereka berdua duduk di kursi pengendali dan mulai sibuk dengan tugas mereka.
Severus memandang layar di hadapannya. Dia mengatur fungsi kendali otomatis agar tetap berada dalam jalur yang telah ditentukan.
Merasa kalau semua beres, Severus kembali berdiri dan membenahi jubahnya, "Aku akan pergi ke ruang kesehatan."
"Baiklah. Biar aku yang mengawasi di sini." Ujar Minerva.
Selain tugas di bridge, Severus juga menjadi salah satu ahli pengobatan di Hogwarts ini. Terkadang dia membuat obat-obatan dari tanaman yang tumbuh di bagian belakang kapal yang memang difungsikan sebagai ladang dengan mengandalkan solar plate, yang berfungsi sebagai 'matahari' bagi para tanaman disana. Dengan mempelajari data-data milik Mu pendahulu, Severus mempelajari semua tentang obat-obat tradisional yang ternyata lebih berkhasiat daripada obat modern.
Ruang pengobatan di Hogwarts adalah sebuah ruangan persegi yang cukup besar. Menampung selusin tempat tidur dan juga ada ruangan khusus untuk perawatan darurat. Tapi kebanyakan alat-alat di sana tak begitu digunakan karena Mu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka-luka ringan dengan cepat. Namun meski begitu, Mu juga tetap bisa terkena penyakit ringan seperti flu dan demam, jadi obat-obatan juga harus tetap tersedia.
Disana, ada seorang wanita paruh baya yang merupakan penanggung jawab kesehatan, akrab dipanggil Madam Pomfrey oleh para Mu yang lain, "Severus, tumben mampir?"
"Hanya ingin mengecek persediaan obat."
"Oh, masih cukup untuk kira-kira sebulan lagi."
"Baiklah. Katakan saja kalau ada yang habis."
Madam Pomfery mengangguk dan membiarkan Severus pergi.
Belum lagi jauh dari ruang pengobatan, tiba-tiba saja terdengar suara sirine darurat diikuti pengumuman kalau ada dua kapal pemburu yang terdeteksi di dekat lokasi Hogwarts. Severus hendak melangkah kembali ke bridge, tapi segera batal begitu dalam kepalanya menggema suara Draco.
"Jangan panik! Aktifkan shield! Biar aku yang bereskan mereka."
Severus memandang ke luar dinding kaca, dari kehampaan, muncul sosok Draco yang diselimuti energi pelindung berwarna kehijauan tipis. Kemudian sosok Draco meluncur cepat seolah dia memakai jet pack di punggungnya.
"Wah! Draco memang hebat ya?!"
Severus terkejut saat Harry muncul di sebelahnya sambil melayang dan tertawa, "Harry! Sudah berapa kali kubilang? Jangan muncul mendadak seperti itu!"
Harry menyengir dan mendarat mulus di sebelah Severus, "Maaf… habisnya tadi Draco langsung pergi begitu saja." Bocah itu menempelkan wajahnya ke kaca, "Draco tidak kelihatan lagi… kapan ya aku bisa keluar tanpa harus memakai space suit?"
"Kau masih butuh banyak latihan. Jangan terburu-buru!"
"Iya aku tahu." Harry mengikuti Severus yang melangkah pergi, seperti kebiasaannya sejak dulu, Harry selalu berjalan sambil memegangi jubah Severus.
"Bagaimana pertemuanmu dengan sang Peramal?"
"Menyenangkan. Aku diizinkan memanggilnya Hermione. Dia baik, cantik lagi. Aku diberi permen coklat." Harry merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebatang coklat, "Aku tidak akan memakannya sebelum makan malam. Aku janji." Kata anak itu sebelum Severus sempat bicara.
"Lalu, apa kata Peramal?"
Harry memiringkan kepalanya dengan wajah bingung, "Aku tidak begitu mengerti, sih. Tapi katanya kita akan segera tiba di tanah merah. Disana kita bisa tinggal untuk membangun shelter sementara sebelum melanjutkan perjalanan."
"Jika itu yang dikatakan oleh Peramal, sebaiknya kita bersiap untuk pendaratan. Kau sudah beritahu yang lain?"
Harry menggeleng, "Draco bilang aku harus ke tempatmu. Makanya aku langsung ke sini."
"Baiklah. Ayo ke bridge, kita harus mengumumkan ke seluruh Hogwarts."
Mengikuti langkah Severus, Harry meraih jemari pria itu dan menggenggamnya. Severus sendiri tak keberatan dan membiarkan Harry menggandeng tangannya. Mereka berdua menuju ke pusat kendali Hogwarts dan menyampaikan kabar dari sang Peramal. Seisi bridge menyambut senang kabar itu. Minerva pun segera mengumumkan pada seisi Hogwarts agar mereka segera mempersiapkan semua yang dibutuhkan.
Hogwarts telah menjelajah galaksi lebih dari dua ratus tahun dan telah melewati dua puluh tiga sistem planet, namun tak satupun dari planet yang bisa dihuni itu adalah Terra. Tapi itu tak membuat semangat mereka menurun, mereka tak henti berharap agar suatu masa nanti, mereka akan tiba di tanah impian mereka.
Harry sendiri tampak sangat bersemangat karena ini adalah pendaratannya yang pertama dan dia terus bertanya ini itu pada Severus yang menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami anak kecil.
Harry memandang layar-layar proyeksi yang muncul di bridge yang menampilkan grafik-grafik yang pernah dia lihat di buku tapi tak pernah dia mengerti. Dia juga bisa merasakan gejolak semangat mengalir di seluruh bagian Hogwarts. Semua berharap agar pendaratan kali ini tak mengalami hambatan. Riak energi positif itu membuat Harry merasa sangat senang, dia duduk di kursi kosong dan membiarkan yang lain bekerja.
"Sepertinya sedang senang." Draco muncul dari kekosongan di belakang Harry.
"Draco! Kau sudah kembali. Kau luka?" seru si bocah berkacamata.
"Heh! Kau pikir aku siapa? Pesawat tempur rendahan seperti itu tak akan bisa melukaiku."
"Soldier, anda sudah kembali." Minerva mendekat pada Draco, "Bagaimana?"
"Bukan masalah besar. Kita bisa melanjutkan perjalanan seperti rencana semula."
Setelah urusan di bridge selesai, Harry ikut dengan Severus untuk 'kelas sore'nya, yaitu pelajaran tentang sejarah perjalanan manusia dan juga tentang Terra… tentang Bumi yang telah lama terlupakan. Mereka berdua menuju ke perpustakaan, di sana, Harry duduk di meja menghadap Severus. Di antara mereka ada sebuah meja yang berfungsi juga sebagai proyektor. Severus menekan sebuah tombol dan di atas meja itu muncullah gambar hologram sebuah planet biru yang sebagian besarnya merupakan air.
Berapa kali pun melihat, Harry tak pernah bosan, sama seperti pertanyaannya setiap kali mereka membahas permata angkasa itu, 'Kenapa manusia rela meninggalkan planet seindah ini?'
Pertanyaan itu tak pernah terjawab oleh Severus.
"Uncle Sev… sebenarnya berapa lama waktu yang harus kita tempuh hingga kita sampai ke Terra?" tanya Harry.
Severus memandang wajah lugu bocah kecil itu, "Entahlah, Harry. Manusia telah jauh berkelana ke galaksi di luar Bima Sakti, tempat Terra berada. Titik kordinasi Terra saat ini seolah bagaikan mitos belaka. Hal pertama yang kita lakukan, kita harus kembali ke galaksi terdekat dengan Bima Sakti, sesampainya di sana, kita akan lebih mudah mencari keberadaan Terra."
Harry bertopang dagu, "Apa Bima Sakti itu jauh?"
"Dengan tekhnologi kita saat ini, diperkirakan masih butuh lebih dari seratus tahun untuk sampai di sana."
"Tapi kan kita bisa melakukan warp."
"Tidak semudah itu," Severus menggeser hologram tadi dengan jarinya dan yang tampak sekarang adalah replika ruang angkasa dengan garis-garis hijau sebagai penanda titik koordinat, "Warp tak bisa sembarang dilakukan. Kita harus tahu pasti dimana posisi kita dan dimana posisi tujuan kita. Lagi pula warp memiliki batas maksimal. Kalau melebihi jarak yang ditentukan, kapal angkasa bisa hancur karena tak bisa menahan tekanan pembelokan dimensi yang terjadi."
Harry memiringkan kepalanya, tanda tak mengerti.
Severus lalu mencontohkan dengan menampilkan gambar pesawat angkasa pada hologram, "Jika pesawat ini melakukan warp dalam jarak yang ditentukan…" Severus menarik bagian depan pesawat itu hingga tercipta gambar seolah pesawat tersebut terbuat dari karet elastis. Dalam jarak satu telapak tangannya, dia melepaskan jarinya dari ujung gambar pesawat itu yang mana bagian belakangnya langsung melesat ke depan dan bersatu lagi dalam bentuk sempurna dengan bagian depannya.
"Pesawatnya utuh lagi!" seru Harry senang.
Kemudian Severus mengulangi proses yang sama, namun kali ini dia menarik ujung depan pesawat lebih jauh lagi, hingga gambaran 'karet elastis' antara bagian depan dan belakang pesawat terputus dan pesawat itu pun meledak.
Harry berjengit karena kaget.
"Itu yang akan terjadi jika pesawat angkasa melakukan warp lebih dari jarak yang seharusnya."
Masih tampak ngeri, Harry bertanya, "Lalu… berapa jarak aman untuk melakukan warp?"
Severus mengganti lagi gambar hologram itu dengan Terra, "Hogwarts mampu melakukan warp dalam jarak 3 tahun cahaya."
Kepala Harry miring lagi, kali ini ditambah kerutan di dahinya.
"Jarak di luar angkasa tidak diukur seperti jarak biasa, namun dengan memakai satuan Astronomical Unit, atau disingkat AU. 1 AU berjarak kurang lebih 150 juta kilometer, dan 1 tahun cahaya berjarak 63,421 AU. Jadi jarak aman untuk melakukan 'warp' adalah—"
Penjelasan Severus terputus saat pintu perpustakaan terbuka dan Draco pun masuk.
"Kau membuatnya bingung, Severus."
"Draco!" Harry tampak senang dengan kehadiran pemuda berambut pirang platinum itu.
"Bagaimana perkembanganmu, Harry?" Tanya Draco yang kini berdiri di belakang tempat Harry duduk.
"Aku bingung saat uncle Sev menjelaskan tentang warp dan Astronomical Unit."
Draco menepuk kepala Harry, "Belajarlah yang giat! Kalau kau bisa mengerti tentang AU, aku akan mengajakmu keluar."
Mendengar itu, mata Harry berbinar, "Sungguh? Kau serius? Tidak bohong?"
"Soldier tidak pernah berbohong. Nah! Selesaikan pelajaranmu, oke?!"
"OKE!" Harry menghadap lagi ke layar dengan penuh semangat.
Severus menghela napas dan memandang Draco, "Berapa lama sampai pendaratan nanti?"
"Sekitar dua bulan. Aku akan mengecek kondisi mesin, kalau masih mungkin untuk melakukan warp, kita bisa sampai dalam tiga minggu." Draco memandang Harry sekilas, "Setelah pelajaran selesai, aku akan menjemputnya." Dia pun meninggalkan perpustakaan setelah mengacak-acak rambut Harry yang memang berantakan alami.
.
Severus menyudahi pelajaran Harry saat melihat bocah itu mulai menguap lebar. Setelah membereskan seisi perpustakaan, Severus mengantarkan Harry ke kamar Draco yang terletak di bagian tengah Hogwarts. Sebuah kamar berbentuk bulat dan berdinding kaca berbentuk kubah. Bagian bawah hanya terisi sat set sofa dan tempat tidur terletak di bagian atas kamar, tepat di depan tangga melingkar yang tak begitu tinggi.
"Kau tunggu Draco disini dan jangan berkeliaran. Kerjakan tugasmu!"
"Baik! Selamat istirahat, uncle Sev."
Pria berambut hitam itu pun meninggalkan kamar sang Soldier dan kembali ke kamarnya sendiri untuk beristirahat, namun sebelumnya dia masih sempat menghubungi bridge untuk mengecek kondisi di sekitar Hogwarts. Setelahnya, Severus melepas jubahnya dan membaringkan diri di kasur lalu memejamkan matanya. Namun belum lagi dia tertidur, tiba-tiba saja terasa guncangan yang hebat, membuat pria itu langsung bangkit dari tempat tidurnya.
Sirine darurat berbunyi nyaring dan seluruh lampu di Hogwarts berubah merah, pertanda kalau ada bagian mesin yang rusak. Tak repot menyambar jubahnya, Severus keluar dari kamar dan melihat koridor penuh oleh penghuni Hogwarts yang tampak panik. Kemudian terdengar pengumuman dari bridge bahwa ada satu kapal induk manusia yang berada dekat dengan Hogwarts. Para teknisi diminta memeriksa mesin dan pilot tempur segera bersiaga di hanggar.
Severus tak menuju ke bridge melainkan segera ke ruangan tempat anak-anak Mu berada. Selain Harry, masih ada delapan Mu kecil yang belum sampai ke tahap dewasa. Mereka masih sangat rentan dan butuh pengawasan khusus, karena dalam serangan seperti ini, tanpa Mu dewasa yang mendampingi, energi mereka bisa menjadi tidak terkendali.
Sampai di ruangan itu, Severus bertemu dengan Madam Pomfrey yang menenangkan anak-anak disana. Severus menutup pintu dan mengaktifkan sistem keamanan dimana lapisan baja melapisi bagian dinding luar ruangan itu agar tak terkena dampak serangan.
"Uncle Sev!" Harry muncul di sebelah Severus.
"Harry! Dimana Draco?"
"Keluar. Aku disuruh ke sini." Harry memeluk lengan Severus, "Aku takut~"
Severus mengusap kepala Harry, "Tidak apa-apa. Draco dan yang lain pasti bisa mengatasi semua."
Lalu Harry duduk bersama lima anak Mu lain yang masih berusia 3-5 tahun. Berlaku selayaknya seorang kakak, Harry memangku seorang anak berambut hitam yang menangis kencang dan menepuk-nepuk punggung anak itu, "Cup cup… jangan menangis."
Ketegangan makin terasa karena guncangan masih juga belum berhenti. Severus pun memutuskan untuk menuju ke bridge setelah meminta agar Madam Pomfrey menjaga anak-anak. Dengan berteleportasi, Severus pun tiba di bridge dan segera duduk di salah satu kursi kendali. Dia melihat kapal induk manusia yang diserang oleh selusin unit pesawat tempur yang dimiliki Hogwarts. Sosok Draco pun tampak di sana. Seperti biasa, soldier mereka bergerak lincah di ruang hampa itu dan menyerang kapal induk raksasa itu dengan enerinya sendiri.
Satu dua kali Hogwarts terkena tembakan, namun berkat lapisan pelindung yang terdiri dari gabungan energi seluruh awak Hogwarts, pesawat itu masih bisa bertahan. Akan tetapi serangan dari kapal musuh seolah tiada henti, bahkan tiga pesawat tempur Hogwarts bisa dihancurkan. Meski begitu, pilotnya berhasil menyelamatkan diri dan kembali ke Hogwarts.
Satu tembakan misil mengenai sayap kiri Hogwarts, membuat kapal itu sedikit oleng. Tembakan kedua nyaris saja mengenai kapal Mu lagi, tapi Draco berhasil menepis serangan itu seolah misil itu hanyalah bola mainan anak-anak.
"Soldier! Jangan memaksakan diri!"
Draco membuat shield tambahan di bagian depan Hogwarts, "Pertahankan keseimbangan!" seruan itu menggema di batin seluruh awak bridge.
Puluhan misil kembali mengarah pada Hogwarts. Draco sedikit kewalahan mengatasi semua itu hingga satu misil meledak dekat dengannya.
"SOLDIER!"
"Aku tidak apa-apa!" shield Draco yang sempat meredup kini bersinar cemerlang lagi.
Severus melihat darah mengalir dari pelipis Draco, namum pemuda itu malah menuju langsung ke kapal induk musuh. Draco bisa menghindari semua serangan yang diarahkan padanya tanpa kendala berarti, lalu akhirnya dia berpindah tempat dalam sekejap mata dan muncul di bagian depan kapal induk musuh.
Menyadari apa yang akan dilakukan Draco, Severus menyuruh seluruh awak bridge untuk memperkuat shield energi mereka di sekeliling Hogwarts. Benar saja, sedetik berikutnya, terjadi ledakan hebat yang menghancurkan kapal induk musuh yang hampir menyamai ukuran Hogwarts itu menjadi serpihan. Sorak sorai terdengar riuh di bridge melihat kemenangan mutlak itu, namun kegembiraan mereka tak berlangsung lama karena di antara puing-puing itu, tak tampak shield energi berwarna hijau yang biasa melindungi Draco, meninggalkan pemuda itu mengambang di angkasa.
"SOLDIER!"
Belum lagi ada yang bergerak, di samping Draco muncullah Harry yang diselimuti shield berwarna merah cemerlang. Itu membuat seisi Hogwarts terdiam karena takjub, tak ada Mu yang bisa keluar dari pewasat tanpa memakai space suit kecuali Draco. Fakta kalau Harry sanggup melakukan persis seperti Draco, seluruh Hogwarts jadi tahu bahwa kekuatan Harry memang sebanding dengan pimpinan mereka.
Setelah Harry membawa Draco kembali ke Hogwarts, Madam Pomfrey segera melakukan tindakan medis. Wanita itu tampak lega karena tak ada luka serius, namun karena pemakaian energi yang melebihi batas, tubuh Draco mengalami kelelahan luar biasa dan harus beristirahat total sampai tubuhnya pulih kembali.
Severus berdiri di sebelah Harry, menyetuh pundak kecil bocah itu yang bergetar menahan tangis. Sebenarnya dia tak tega meninggalkan Harry sendiri di kamar bersama Draco, tapi bocah itu menolak ikut dengannya, jadilah, Severus kembali ke bridge untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Bagaimana kondisi, Draco?" Tanya Minerva begitu Severus masuk ke bridge, awak yang lain pun tampak cemas.
"Tak ada luka fatal, hanya butuh istirahat total sampai kondisi tubuhnya pulih lagi." Severus mengulangi apa yang dikatakan oleh Madam Pomfery.
Semua langsung merasa lega mendengarnya.
"Lalu bagaimana dengan rencana pendaratan kita?" tanya Fred.
Severus memandang Minerva, "Kurasa sebaiknya kita tetap pada rencana. Hogwarts butuh perbaikan dan kita bisa membangun shelter sementara di planet tujuan kita nanti."
Diskusi singkat mencapai kata sepakat bahwa mereka akan tetap mendarat. Severus memberi instruksi pada awak bridge agar tak melakukan warp karena kondisi pesawat yang cukup parah akibat serangan tadi. Selesai di bridge, Severus menuju ke hanggar untuk mengecek kerusakan apa saja yang terjadi. Dia juga sempat memeriksa kondisi belakang pesawat yang rusak paling parah, tapi dia diusir oleh para Mu muda yang bekerja di sana dengan dalih mereka bisa tidak konsentrasi memperbaiki kerusakan kalau ada mandornya.
Tak ambil pusing, Severus pun meninggalkan tempat itu dan berkeliling Hogwarts meski memakan waktu hampir empat jam untuk menjelajah pesawat luas itu. Tapi demi memastikan kalau semua terkendali, Severus tak pernah merasa lelah. Dia juga mampir ke ruang pengobatan dan melihat Madam Pomfrey mengobati mereka yang terluka dengan dibantu beberapa gadis Mu. Kemudian baru Severus kembali ke bridge untuk melanjutkan tugasnya sebagai salah satu navigator.
.
.
.
Pendaratan berjalan sesuai rencana. Mereka tiba di planet merah yang memiliki tiga satelit alami. Planet ini ada di salah satu galaksi yang memiliki sistem perbintangan yang mirip dengan Tata Surya di Bima Sakti, namun melalui penelitian para Mu yang ahli dalam bidang astronomi, 'matahari' yang menyinari planet itu berukuran lebih kecil dari matahari yang ada di Bima Sakti. Pun dengan planet yang berevolusi di sekelilingnya. Hanya ada tiga planet besar yang tampak dan planet merah ini adalah satu-satunya planet yang memiliki kandungan oksigen, meski tipis.
Tanpa masalah berarti, Hogwarts berhasil mendarat di tanah asing itu. Severus mengutus Fred dan George untuk memeriksa kondisi sekitar dengan menggunakan pesawat pengangkut. Dua Mu kembar itu kembali ke Hogwarts setelah berkeliling sekitar enam jam. Mereka memastikan tak ada habitat manusia di sekitar sana, meski terdapat banyak puing-puing bangunan dan ladang yang sudah sangat kuno. Mereka juga bilang kalau atmosfir di planet itu sedikit panas hingga sebaiknya yang mau keluar harus memakai helm oksigen atau memasang shield di sekeliling mereka agar bisa lebih mudah bernapas.
Meski telah ada data-data dari contoh tanah dan air yang didapat oleh si kembar, para Mu baru berani menginjakkan kaki di tanah merah itu di bulan ke tiga belas, Setelah mempelajari laju rotasi planet itu juga pergantian musim yang terjadi tiap enam bulan sekali.
Dipandu oleh para Mu senior, kaum muda membawa perlengkapan untuk membangun shelter sementara dan juga membawa bibit untuk menghidupkan kembali sisa ladang di planet itu.
Di tengah semangat untuk membangun 'rumah kecil' mereka di planet baru, para Mu masih mencemaskan kondisi Draco yang belum juga membuka mata meski dua bulan sudah berlalu. Sang Peramal juga belum memberikan kabar tentang soldier mereka. Berpegang pada keyakinan bahwa suatu saat nanti Draco akan kembali pada mereka, para Mu berkerja dengan giat.
Pasak pertama ditancapkan, bibit pertama pun telah ditanam, sedikit demi sedikit para Mu membangun shelter mereka untuk sejenak beristirahat dari perjalanan panjang melintasi galaksi. Perlahan tanah gersang yang kosong itu mulai diisi bangunan sederhana. Tempat untuk tidur, beberapa rumah kaca untuk bercocok tanam dan juga sebuah hanggar kecil untuk perbaikan pesawat.
Waktu berlalu tanpa terasa bagi usia para Mu yang panjang. Para anak Mu yang masih kecil kini telah tumbuh remaja dan beberapa telah masuk ke tahapan dewasa, termasuk Harry yang kini telah manjadi seorang pemuda 17 tahun yang mandiri dan mampu mengisi kekosongan posisi Draco yang belum juga membuka mata.
Severus mengawasi segala perkembangan Harry. Bocah yang selalu mengekornya itu kini menjadi sosok yang dihormati oleh para Mu yang lain. Si kecil yang selalu bertanya banyak hal pada Severus itu kini bisa memakai pengetahuannya untuk membuat lingkungan menjadi lebih baik. Anak yang dulu biasa dia gendong kemana-mana, kini berjalan sejajar dengannya.
"Uncle Sev," Harry masuk ke dalam kamar Severus di Hogwarts, "aku bawakan hasil panen pertama musim ini." Dia meletakkan keranjang kecil di meja dekat tempat tidur, "Bagaimana keadaanmu? Sudah kubilang jangan terlalu memaksakan diri!"
"Jangan memperlakukanku seperti orang yang sudah tua." Ujar Severus yang memang saat ini sedang sakit.
Harry malah tersenyum senang, "Habis… buatku uncle Sev itu sudah seperti ayah sendiri sih. Jadi… pasrah saja. Lagian dulu uncle Sev juga sering heboh kalau aku kena flu."
"Aku tidak heboh." Severus membalik halaman buku yang dia baca sambil duduk bersandar pada setumpuk bantal, "Bagaimana keadaan di Nazca?" tanyanya pada Harry tentang planet yang mereka beri nama Nazca sesuai petunjuk sang peramal.
"Semua lancar. Theo dan Blaise menciptakan senjata baru untuk dipasang di pesawat tempur."
Mendengar itu, Severus menutup bukunya, "Theo dan Blaise ya… Waktu kecil dulu, mereka juga akrab denganmu, kan? Kau bahkan pernah memangku Theo saat penyerangan sebelum kita sampai kemari."
Harry nyengir, "Sampai sekarang juga masih akrab kok. Theo itu seperti adik yang manis dan Blaise itu seperti saudara laki-laki yang kadang menjengkelkan." Pemuda yang masih mengenakan kacamata mata itu pun membenahi jubah merahnya yang menjadi bukti bahwa saat ini dia adalah pimpinan para Mu, "Aku ke tempat Draco dulu. Uncle Sev kalau sudah sehat datanglah ke shelter, yang lain sudah rindu omelanmu." Sambil terkekeh dia pun keluar dari kamar Severus.
Tak lagi berminat membaca, Severus meletakkan bukunya dan mengambil sebutir tomat dari keranjang yang tadi dibawa Harry. Hasil kebun di Nazca memang sangat memuaskan. Para kaum muda bisa mengolah tanah merah yang tampak gersang itu menjadi tanah subur yang cocok untuk bercocok tanam. Hasil dari kerja keras memang selalu membuat hati bahagia.
Setelah menghabiskan tomat itu, Severus turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Hogwarts sekarang lebih sering kosong karena para penghuninya lebih sering berada di Nazca. Dari kaca jendela, Severus bisa melihat kehidupan di shelter. Keceriaan tampak dimana-mana. Sebuah taman kecil ditumbuhi rumput hijau dan bunga berwarna putih yang menurut 'petugas botani', bibit bunga itu ditemukan di Nazca dan berhasil ditumbuhkan dengan sempurna. Di sana Severus juga melihat Albus berbaur di keramaian, satu hal yang tak biasa, terlebih Mu senior itu sekarang mendapat julukan baru, yaitu profesor, dari para Mu muda.
"Severus, kau mau kemana?"
Suara Madam Pomfrey membuat langkah Severus terhenti, "Aku hanya ingin berjalan-jalan saja. Bosan di kamar terus."
"Jangan turun dulu ke Nazca. Kalau kau sampai meninggalkan Hogwarts, kau pasti mengerjakan ini itu di shelter." Madam Pomfrey menepuk lengan Severus, "Sesekali kita boleh kok mengandalkan generasi muda." Lalu wanita itu pun berlalu dari hadapan Severus.
Pria itu terus melangkah hingga dia sampai ke bagian tengah Hogwarts yang dibangun sebagai sarana rekreasi bagi mereka yang tinggal di sana. Ada taman luas dengan kolam air mancur di tengahnya. Bermekaran berbagai jenis bunga dan juga rerumputan yang menjadi alasnya. Severus sangat suka bersantai di sini jika dia sedang jenuh. Dia duduk di tepi kolam yang berisi air jernih, membuat suasana menjadi sejuk dan nyaman.
"Sedang bersantai, Severus?"
Tak jauh dari Severus, berdiri seorang gadis cantik berambut coklat berombak yang panjang hingga menyentuh ujung gaun birunya. Dialah Hermione, peramal yang menjadi tempat 'curhat' para Mu tentang berbagai masalah. Gadis ini diberi berkah kemampuan untuk sedikit mengintip masa depan dengan bantuan kartu tarot. Di belakang Hermione ada seorang Mu berambut merah yang merupakan pengawal sekaligus kekasih sang peramal, Ron.
"Boleh aku duduk di sebelahmu?" tanya Hermione.
"Silahkan."
Hermione pun duduk, begitu juga dengan Ron.
Sejenak yang terdengar hanya suara gemericik air di dalam kolam, sampai Hermione bicara juga.
"Beberapa hari terakhir ini, banyak yang datang padaku," Hermione menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga, "sebagian besar yang datang padaku adalah mereka yang telah bersumpah setia pada pasangannya… dan… mereka bertanya padaku apa ada kemungkinan bagi mereka untuk memiliki seorang anak…"
Severus tertegun.
"Kartu tarotku tak berkata apa-apa selain masa depan yang menggembirakan bagi mereka, namun tak memberiku pertanda apa dan bagaimana cara mencapai kebahagiaan itu."
Mereka terdiam. Tak tahu harus bicara apa. Sejak awal masa kehidupannya, Severus hanya tahu bahwa manusia bereproduksi melalui program bayi tabung. Karena itu sudah menjadi pengetahuan umum, Severus tak pernah bertanya. Dia ingat kali pertama dia tiba di Hogwarts dan membaca buku-buku di perpustakaan, dia terkejut mengetahui bahwa dahulu manusia bereproduksi melalui proses alamiah. Janin tumbuh dalam rahim sang ibu dan kemudian dilahirkan dengan proses normal maupun operasi. Akan tetapi entah sudah berapa abad berlalu sejak terakhir kali manusia melahirkan dengan cara normal. Pengetahuan itu dianggap sebagai budaya barbar di tengah kemajuan teknologi.
"Aku ingin mengabulkan harapan mereka, Severus." Ujar Hermione.
Anak…
Memang benar, selama ini anak kecil yang ada di Hogwarts adalah mereka yang berhasil diselamatkan dari aturan kejam yang dibuat para manusia. Tak pernah ada bayi di Hogwarts ini karena mereka memang tak mengembangkan teknologi bayi tabung sendiri.
"Aku akan mencoba mencari sesuatu di perpustakaan," ujar Severus seraya berdiri, "mungkin akan sulit, namun selama mereka masih memiliki keinginan yang kuat, aku akan bantu sebisanya."
Hermione terseyum mendengar itu, "Aku selalu tahu, Severus. Kau orang berhati hangat dibalik wajah dinginmu itu." Dia pun berdiri, "Aku berdoa supaya harapan ini akan terwujud dan Mu akan bisa melangkah ke masa depan baru."
"Ya… kita selalu berdoa akan hal itu."
Severus pun berpamitan dan kemudian menuju ke perpustakaan. Gagasan tentang keturunan para Mu ini membuat semangatnya naik. Dia tak pernah menyangka para pasangan mempunyai pikiran untuk memiliki keturunan sendiri. Tapi seperti apa yang dia katakan barusan, selama ada harapan, Severus akan mencoba mewujudkannya.
Entah kenapa, Severus tahu kalau ide ini akan disambut baik oleh para Mu yang lain.
oxoxoxo
xoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
To Be Continue
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
oxoxoxo

0 comments: