Judul : Kaburnya Sang Pangeran Berdarah Campuran
Genre : Romance, Tragedy, Adventure
Rating : T
Pairing : Severus Snape ><>< align="center">
Kaburnya Sang Pangeran
“Severus, kau telah mengetahui takdirmu. Nyawamu harus dikorbankan. Tetapi, sebelum kau pergi, aku berikan kau tugas,” ucap Dumbledore tenang dari dalam bingkai lukisan yang mengurungnya. “Apa, Dumbledore? Kau akan memberiku tugas saat ajal telah menanti?,” sergah Snape. “Ini penting, Severus, ini akan membuat Harry mengerti dengan semua yang terjadi diantara kita, dan kau dengan Lily,” jawab Dumbledore dengan nada lembut dan tegas.
“Baiklah Dumbledore, sekarang, apa yang kau tugaskan kepadaku?,” tanya Snape sinis. “Kau harus memberikan ingatanmu kepada Harry, ingatan tentang masa lalumu, ingatan tentang apa yang membawa Harry kepada pedang itu, dan ingatan yang menurutmu membuat kau tidak bersalah di mata Harry,” ucap Dumbledore dengan menekankan kata ‘Harry’ tiap Dumbledore mengucapkannya.
Snape berpikir, itu akan menguntungkannya. “Baiklah, Dumbledore, tetapi, apakah mungkin, itu terjadi?” tanya Snape ragu. “Segalanya mungkin, Severus. Hanya tergantung padamu, percaya, atau tidak. Yakin, atau tidak. Semua yang berasal dari hati dan dilakukan dengan berpikir, akan menjadi mungkin. Sekarang, saatnya bagiku untuk beristirahat sejenak,” ucap Dumbledore yang segera memejamkan matanya. Snape bingung, mungkinkah? Dapatkah? Bisakah? Bolehkah? Semua kata-kata itu berkecamuk dipikiran Snape.
Tiba-tiba terdengar suara ribut di aula tengah, Snape langsung bergegas ke tempat perkara, meninggalkan kantornya. Banyak anak-anak yang berteriak, “kau-tahu-siapa datang! Akan terjadi peperangan!” Snape tercegang, dan anak lain berteriak, “itu Harry potter!,” anak perempuan yang memakai baju tidur berenda menunjuk ke pinggir aula dekat koridor. Snape berbalik dengan memutar tumitnya. Jelas sekali, Harry Potter sedang bergegas menuju kepada McGonaggal. “Professor, saya harus mencari diadem itu sekarang,” ucap Harry. “Bergegaslah, aku yang akan mengurus ini semua,” jawab prof. McGonaggal yang sedang mengatakan mantra-mantra pelindung di seluruh aula.
“Kepala sekolah, apa yang harus kita lakukan sekarang?,” tanya Horace sambil terengah-engah karena berlari menuju ke arah Snape. Snape tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia langsung berlari ke arah tembok yang mengarah keluar, ia pergi meninggalkan Hogwarts.
Aku harus menuju kepada Pangeran kegelapan. Ia tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku mulai memutar otakku. Tiba-tiba, aku teringat akan Lily. Lily cintaku, aku tak akan melupakanmu. Kau salah memilih pria itu. Jika kau memilihku, kau pasti akan bahagia bersamaku, saat ini. Tapi, aku sendirilah yang membuatmu jatuh kepelukannya.
Ku masih ingat saat pertama kali kita merayakan hari natal bersama. Kau memberiku kaos merah berbahan yang sangat lembut yang kau tulisi, ‘Lily, your best friend’ dengan tinta emas. Walaupun itu warna Gryffindor, aku tetap menyimpannya. Aku merawatnya dengan baik. Sebelum James menjadi kekasihmu. Ku robek kaos itu menjadi dua, ku lemparkannya ke tong sampah. Andaikan benda itu masih ada di tanganku sekarang.
Snape terus berlari. Memasuki hutan terlarang. Melewati akar yang melintang. Snape tak tahu kemana arah yang akan ia tuju. Dan akhirnya, Snape memutuskan untuk ber-apperate menuju Malfoy Mannor. Snape telah merasa, dirinya akan dibunuh oleh Pangeran kegelapan. Hanya karena ia yang membunuh Dumbledore. Snape sadar, ia harus melakukan itu. Dan itu yang terbaik dari dirinya.
Ternyata, sudah tidak ada orang yang berada di Malfoy Mannor. Mereka semua telah pergi menuju Hogwarts. Snape berlari keluar dari bangunan itu. Snape berlari di sepanjang jalan. Sepi sekali seperti orang-orang takut akan terjadi sesuatu. Tak ada penerangan di sana. Sumber cahaya hanya terdapat dari ujung tongkat Snape.
Lily, ijinkanlah aku memberi tahu anakmu apa yang terjadi pada masa lalu kita. Tapi, bagaimanakah, aku dapat bertemu dengan Harry lagi? Tolonglah Lily… aku rindu tatapan mata hijaumu yang tajam, yang lembut, yang tegas. Aku rindu pada rambutmu yang merah berkobar, terurai di punggungmu, keemasan terbias sinar. Datanglah, Lily, ijinkan aku bertemu anakmu untuk yang terakhir kalinya.
Snape tiba-tiba tercegang, hantu Lily menghadang di depan Snape. “Snape, kau memanggilku?,” ucap hantu Lily lembut, seperti biasanya. “Lily?,” Snape memeluk Lily, tapi tak ada yang terjadi, hanya seperti merangkul es. “Lily, ijinkanlah aku memberi tahu anakmu, Harry, bahwa aku mencintaimu,” ujar Snape, kaku. Lily tersenyum, “Kurasa, memang Harry perlu tahu tentang perasaanmu, dan pada siapa, kau berpihak. Saat kau akan tewas, Harry akan berada di sana, bersembunyi di balik jubah gaib. Sekaranglah waktunya aku pergi, Sev. Perhatikan jalanmu, semuanya ada di hatimu dan aku akan tetap menemanimu selama kau akan mengunjungi tempat peristirahatanku,” kata Lily untuk yang terakhir kalinya.
Terima kasih, Lily, kau akan tetap selalu berada di hatiku, walaupun kau telah pergi meninggalkan dunia. Sekarang, aku akan terus melanjutkan perjalanan ini, sampaiku menyusulmu kesana.
Ingatkah kau Lily? Saat kau untuk pertama kalinya memanggilku ‘Snivellus’? Karena aku berteman dengan calon pelahap maut? Hahaha, saat itu kau telah bersama si James itu. Jelas saja kau mengetahui kata-kata menyebalkannya.
Snape melanjutkan perjalanannya menuju hutan terlarang dengan berdisapparate. Hal aneh terjadi, splinching. Payahnya aku, dari tadi memikirkan Lily, bukan memfokuskan apparateku. Sekarang keadaan makin sulit saat aku kehilangan 3 kuku jari kakiku. Sehingga aku berjalan pincang.
Snape beristirahat di bawah pohon besar. Ia berpikir, pasti akan ada pelahap maut yang lewat kesini. Snape sudah menetapkan, ia akan menemui ajal di hutan ini.
Snape mulai mengingat masa lalunya bersama Lily. Saat pertama kali Lily bertemu dengan Snape, adalah hari paling bahagia bagi Snape, dapat mengenal Lily.
Saat itu, aku sedang kabur dari rumah karena orang tuaku terus bertengkar, hanya karena kucing kampung itu mencuri ikan di rumahku. Aku pergi ke taman di dekat rumahku. Disana, aku diam dibawah pohon, seperti ini. Aku menulisi kertas demi kertas di diary-ku. Aneh, kan, aku menulis di sebuah diary? Dan pada saat itu, ada dua anak yang kira-kira sebaya denganku, bermain di taman itu, “Lily! Jangan kau bermain ayunan tinggi-tinggi!,” ucap salah satu anak yang lebih tua.
“Aah, tak apa-apa, kau aku menikmatinya, Tuney,” jawab anak yang bernama Lily itu. Tiba-tiba, Lily melontarkan tubuhnya dari ayunan. Tapi, anehnya Lily tidak jatuh sama sekali. Malahan ia seperti melayang dengan anggun dari udara turun ke tanah. Dan akhirnya, aku pun langsung tahu, kalau Lily itu penyihir, sama sepertiku.
Lain, saat Lily mengenalku, saat itu, aku sedang mengintip Lily dan kakaknya di taman biasa. Lily masih tetap melontarkan dirinya dari ayunan dan melambung tinggi, dan turun dengan anggun. “Lily, aku kan sudah bilang, jangan kau main ayunan tinggi-tinggi! Akan ku laporkan Mum, nanti!,” jawab Tuney.
Secara refleks, aku bilang dan muncul, “dia itu penyihir! Kau tak lihat? Ia baru saja menyihir!,” kataku sambil menunjuk Lily. “Apa-apaan, kau ini? Kau siapa? Mana mungkin Lily penyihir,” tanya Tuney sedikit meremehkan aku. “Ah, sudahlah, Tuney, tak ada gunanya mengurus orang aneh seperti dia, dan dia kan anak dari Spinner End? Sudahlah,” kata Lily.
Hal itu tak akan dilupakan Snape.
Hawa dingin menembus kulitku, merambati dagingku, menusuk tulangku. Malam pun semakin liar. Tak terasa malam mendatangkan dementor. “Expecto Patronum,” ucapku, rusa betina meluncur lembut. Mengusir dementor dengan keanggunan. Sulitku redam luka ini. Tetapku ingat Lilyku sayang.
Ku meringkuk di bawah pohon ini. Walau patronus masih menemani, ku merasa kesepian. Seperti ada yang meremas hati dan perutku. Jantungku berdegup kencang. Merasa ajal telah datang.
Gemuruh suara mulai mendekat. Ratusan death eaters melangkah maju mendekat. Mereka memberi waktu bagi Hogwarts ‘tuk istirahat dan mempersiapkan diri. Snape mendengar tadi waktu pangeran kegelapan menyiarkan suaranya yang melengking, ia akan memberikan waktu untuk menyerahkan Harry.
Ia dengar Pangeran Kegelapan melayang menukik menuju dirinya. “Apa yang kau lakukan disini, Snapeku?,” tanya Pangeran Kegelapan. “Saya menunggu anda disini, Tuanku,” jawab Snape sambil menegakkan dirinya. “Mari kita luruskan ini,” ajak Pangeran Kegelapan Licik. Snape dan Pangeran Kegelapan menuju pohon Dedalu Perkasa, tak menghiraukan para pelahap maut yang bingung dan menekan tonjolan di bonggol Dedalu Perkasa. Dengan sentuhan tongkat sihir Elder, tonjolan itu hilang setelah Snape dan Pangeran Kegelapan masuk.
Suasana di Shrieking Shack sudah tidak terawat lagi. Banyak kayu-kayu yang sudah lapuk, jendela-jendela pecah. Sarang laba-laba menjuntai kemana-mana. “Suasana Shrieking Shack memang berubah setiap waktu ya?,” tanya Pangeran Kegelapan. Snape hanya bisa diam termenung. “Apa yang ingin tuan katakan?,” tanya Snape.
“Snape, Snape...,” ucap Pangeran Kegelapan, seperti dipanjang-panjangkan. “Kau adalah orang cerdas. Aku ingin bertanya, kenapa aku tak bisa menyerang Harry, Snape?,” tanyanya. “Maaf, tuanku. Saya pun tak tahu,” ucap Snape berbohong. “Snape, kau bukan penyihir bodoh, kan?,” tanya pangeran kegelapan lagi. “Tentu bukan, tuanku,” ucap Snape yakin, tapi gugup. “Kalau begitu, maukah kau jelaskan mengapa bisa begitu?,” tanya Pangeran Kegelapan.
“Saya tidak bisa, tuanku,” ucap Snape berbohong. Tawa lengking Pangeran kegelapan, pun terdengar lagi, “Snape, ya ampun... Kalau aku bertanya, siapakah yang membunuh Dumbledore, kau jawab siapa?,” tanya Pangeran Kegelapan meremehkan. “Tentu saya, tuan,” ucap Snape pura-pura bangga. “Lalu, menurutmu, apa yang terjadi dengan tongkat sihir ini?,” terka Pangeran Kegelapan. “Menjadi milik pembunuh pemilik sebelumnya, tuan,” ujar Snape letih. “Jadi, apa yang harus kulakukan untuk memiliki tongkat ini seutuhnya, Snape?,” tanya Pangeran Kegelapan— matanya menyipit. “Membunuhku,” ucap Snape tanpa ragu.
Tawa lengking itu terdengar lagi. Setelah itu, desisan mengerikan meluncur dari mulut Pangeran Kegelapan. Diikuti jerit kesakitan Snape, yang diterkam Nagini, ular Pangeran Kegelapan.
Setelah pangeran kegelapan meluncur keluar, 3 remaja menghambur masuk. Dengan sisa-sisa tenaganya, Snape memberikan kenangan itu pada mereka. Kenangan berharga Snape. Diberikannya kepada Harry, untuk membuktikan, betapa besar cintanya kepada Lily, cintaku, selamanya...
TAMAT
--------------------------------------------------------------------------------
A/N : Well, emang ceritanya sidikit mengada-ada, ya? Udah lama sih aku bikin FF ini. Tapi, kan harus tepat waktu. Jadinya aku post hari ini. Semoga nggak nyinggung perasaan siapa-siapa, yaaa....
0 comments:
Post a Comment